Bunga yang Tumbuh di Ladang Penuh Kehati-hatian

Terkadang, rasa cinta bisa datang secepat angin menghidupkan turbin kipas pembangkit listrik.

Rina
4 min readSep 26, 2023
Photo by Albert Hyseni on Unsplash

Hari Senin setelah menjalani probation tiga bulan Arga mulai dengan persiapan ekstra cepat. Lelaki itu bahkan berangkat lebih dahulu dari Melly, sangat di luar kebiasaan. Setengah jam sebelum jam kantor, Arga sudah naik ke lantai 14 dengan satu gelas plastik Ice Americano pada genggaman untuk membantu-nya menghilangkan rasa gugup berlebih sebagai anggota baru di tim Salsa.

Terlepas dari ketakutan yang berlebih, Salsa dan anggota tim lain tidak terlalu menaruh perhatian pada Arga saat mereka datang secara bergilir. Bahkan Salsa dengan santai-nya mengenalkan Arga sekali lagi dan sambutan meriah ia dapatkan dari yang lain.

“Udah ya! Perkenalan singkat aja. Sekarang semua pindah ke ruang meeting, karena Bu Melly udah datang dan tim kita diminta untuk presentasi duluan pagi ini,” ujar Salsa. Gadis itu bahkan belum selesai, namun semua anggota tim langsung berdiri saat nama keramat itu disebut.

Arga mengekori Salsa yang keluar dari ruangan tim paling terakhir.

“Mbak, ak- gue ‘kan baru hari ini masuk tim. Nanti pas meeting gue ngapain? Masa bengong?” tanya Arga yang masih mencoba terdengar biasa.

Ck! Ya lo jadi notulen dulu lah! Gitu aja nanya!” sinis Salsa. Mungkin saja sang dara tidak berniat jahat atau bagaimana, tetapi ucapan Salsa sudah lebih dari cukup membuat Arga bungkam dan mengekor dalam diam.

Rapat berjalan lancar dengan Arga yang secara atentif mendengar dan mencatat berbagai pembahasan yang terlontar.

“Berarti tinggal iklan video aja yang belum ya?”

“Iya, bu.”

“Salsa siap jadi model untuk produk ini?” tanya Melly, bertanya pada si ketua tim. Arga masih belum memahami situasi ini. Kenapa tidak out-sourcing model dari agensi luar?

Salsa mengangguk. “Ya, selama bayaran modelling saya dibedakan dengan bonus bulanan saya, saya tidak masalah, bu,” jawab si gadis tanpa keraguan.

Arga tidak jadi komentar mengenai penggunaan jasa model, malah berakhir kagum dengan negosiasi yang Salsa lakukan. Ia pun paham mengapa Salsa bisa menjadi ketua tim, walau yang Arga tahu dari desas-desus para OB dan OG si gadis baru setahun bekerja di perusahaan.

Sayang-nya, rasa kagum itu sirna dalam sekejap.

“Arga, bisa ya jalan sama Salsa besok dan lusa untuk rekam video iklan?”

Arga memang tidak hanya berbakat dalam hal desain. Ia juga jago dalam fotografi dan videografi. Tetapi harus ia pula yang terjun? Dengan Salsa?

“Berdua saja, m- bu?” tanya Arga gelagapan.

“Ya berdua!” potong Tina, anggota tim yang lain.

Senior Arga itu melanjutkan, “Soalnya aku sama yang lain mau ketemu investor untuk produk ini. Bu Melly besok ada perjalanan bisnis, jadi harus kita langsung yang ketemu.”

Arga menoleh ke arah Melly memohon bantuan, namun yang ditatap tidak menaruh peduli dan memilih menyelesaikan rapat dengan tim yang Salsa pimpin ini. Alhasil, Arga tidak punya pilihan selain menghabiskan waktu selama dua hari bersama Salsa.

Seakan dua hari tidak cukup untuk meruntuhkan segala rasa percaya diri Arga, ia ternyata harus menginap dengan Salsa selama dua hari di Bandung. Di villa milik mami-nya! Gila, bukan?!

Usut punya usut, rencana pembuatan iklan ini sudah dibicarakan seminggu sebelum Arga menyelesaikan probation. Jelas saja ia yang tak terlibat ini tidak punya kendali untuk protes. Arga hanya bisa menurut dan menjatuhkan tubuh di balik kemudi dan menyetir selama empat jam. Satu mobil dengan Salsa yang nampak santai menatap pemandangan di pinggiran jalan tol, tidak menyadari kalut yang terpampang nyata pada wajah Arga.

Sampai tiba di villa pun, Salsa tanpa ragu memasuki kamar tamu di lantai dua seakan gadis itu sudah terlampau sering menginap di sana. Arga bukan-nya tidak suka gadis nan cantik seperti Salsa, tetapi berduaan dengan atasan-nya ini sungguh menegangkan!

“Lo kenapa kaku banget deh sama gue?” tanya Salsa saat keduanya makan siang di dekat lokasi syuting, beber.

“Enggak kok, mbak!” kilah Arga.

“Bohong lo! Kelihatan kok, lo jaga jarak sama gue. Kenapa? Masih takut sama omelah gue kapan hari?” tanya Salsa menyinggung kejadian sebulan lalu.

Arga tidak berani menjawab dan berakhir hanya tersenyum simpul, mengundang tawa yang tidak pernah lelaki itu lihat dari sosok Salsa. Seketika jantung-nya berdegup keras.

“Udahlah! Kita berangkat aja sekarang,” ajak Salsa yang nampaknya sudah lelah membuat Arga nyaman dengan-nya.

Arga kira cuma sekali, jantung-nya kembali bekerja cepat saat melihat Salsa dari lensa kamera. Bahkan detak-nya berubah tak karuan. Arga tidak mengada-ada! Bisa ia rasakan napas-nya tercekat kala menyaksikan bagaimana semilir angin menerbangkan surai hitam legam Salsa. Senyuman Salsa saat netra menangkap rekaman lensa yang tertuju padanya. Segala hal tentang Salsa sore itu berhasil mengubah persepsi Arga pada si gadis. Ia yang berusaha bersikap hati-hati, justru terbuai oleh keindahan pemikat mata.

Semilir angin yang sama pun mampu membuat Arga jatuh hati dalam hitungan detik pada Salsa. Sang atasan yang cantik itu.

--

--